Please, Translate in Your Language..

Sabtu, 16 Februari 2013

Kata Bilangan dalam Bahasa Arab

Kata Bilangan ( Isim Adad) dalam ilmu Bahasa Arab menurut para Ulama Nahwu secara istilah terbagi menjadi 4 pengertian:

1. ADAD MUFRAD
Adad Mufrad adalah isim adad yang tidak tersusun dari beberapa bilangan (Tarkib) dan tidak terdapat huruf 'Athaf. Isim Adad tersebut adalah a). wahidun (1) s/d 'asyratun (10); b). bidh'un/bidh'atun (beberapa dalam jumlah 3-9); c). mi'atun (100) dan alfun (1000). Selain wahidun dan itsnaeni, sebagian Nuhat menyebutnya Adad Mudhaf karena dapat dimudhafkan pada tamyiz nya atau ma'dud nya.


A. Wahidun (1) dan Itsnaeni (2)

a). Hukum Mudzakar dan Mu'annats nya adalah menyesuaikan kata benda yang dihitung (ma'dud nya). Contoh:
 في القرية مسجد واحد 
Fil qaryati masjidun wahidun : Di desa itu hanya ada satu Masjid. --> Mudzakar.

في القرية مدرسة واحدة
Fil qaryati madrasatun wahidatun : Di desa itu hanya ada satu sekolah --> Mu'annats

اشتريت كتابين اثنين
 Isytaraetu kitabaeni itsnaeni : Saya telah membeli dua kitab. --> Mudzakar
اشتريت كراستين اثنتين
 Isytaraetu Kurrasateni itsnataeni : Saya telah membeli dua buku tulis. --> Mu'annats

b). Hukum Tamyiz nya / Ma'dud nya adalah harus disebutkan terlebih dahulu kata benda yang dihitung (ma'dud nya), sebagaimana contoh di atas. Tidak boleh menyebutkan bilangannya dulu.

 benar <-- في القرية مسجد واحد 
 salah <-- في القرية واحد مسجد 

Alasannya karena cukup dengan meyebutkan langsung kata benda tersebut (ma'dud) itu sudah dipahami nominalnya.

c) Hukum I'rab nya adalah disesuaikan menurut posisinya pada susunan kalam. Sedangkan I’rob ma’dud nya mengikuti irob ‘adad sebelumnya yakni sebagai Tabi’ Taukid.


B. Tsalatsatun (3) s/d 'Asyratun (10) dan Bidh'un/Bidh'atun (beberapa dalam jumlah 3-9)

a). Hukum Mudzakar dan Mu'annats nya adalah kebalikan dari ma’dudnya, yakni dimudzakkarkan apabila ma’dudnya mu’annats, dan dimuannatskan apabila ma’dudnya mudzakkar.
Contoh:

عندي سبعةُ رجال
'Indiy sab'atu rijalin : Di sisiku tujuh pria
عندي ثلاثُ نسوةٍ
'Indy tsalatsatu niswatin : Di sisiku tiga wanita
صافحت بضعة رجال
Shofahtu bidh'ata rijalin : Saya berjabat tangan dengan beberapa pria
نصحت بضع نساء
Nashohtu bidh'a nisa'in : Saya menasehati beberapa wanita

b). Hukum Tamyiz / Ma'dud nya ada dua :
  • Dijadikan Mudhaf Ilaih dg susunan idhofah, yakni memudhofkan adad kepada ma’dud yg dibutuhkan sebagai tamyiznya, seperti pada contoh-contoh diatas. Dan terkadang tidak dimudhofkan kepada tamyiznya tapi cukup dimudhofkan langsung kepada siempunya tamyiz/ma’dud. Kerena dalam hal ini si pembicara sudah memaklumi akan jenis/bentuk ma’dud. Sehingga tidak perlu ditamyizi. Semisal contoh:
    هذه خمسةُ محمد
    HADZIHI KHOMSATU MUHAMMADIN = ini adalah limanya Muhammad (yakni, ini lima barang punya Muhammad)
    خذ سبعتك
    KHUDZ! SAB’ATAKA = Ambillah! Tujuhmu. (yakni, ambilah tujuh barangmu)
  • Ma’dudnya berbentuk jamak, yg sering digunakan adalah dalam bentuk Jamak Taksir Qillah. Dan diketahui juga bahwa maksud jamak dalam ma’dud di sini tidak harus berupa bentuk jamak dalam istilah, tapi juga bisa masuk kepada semua jenis isim yg menunjukkan jamak, seperti Isim Jamak dan Isim Jinsi Jam’i, yg dalam penggunaannya banyak menyertakan huruf jar MIN. contoh dalam Ayat Al-Qur’an :
    فَخُذْ أَرْبَعَةً مِنَ الطَّيْرِ
    FA KHUDZ! ARBA’ATAN MINATH-THOIRI = ambillah empat ekor burung (QS. Al-Baqoroh : 260)

    جاء ثلاثة من القوم
    JAA’A TSALAATSATUN MINAL QOUMI = telah datang tiga kaum.

    في المزرعة سبع من النخل وتسع من الشجر
    FIL MAZRO’ATI SAB’UN MINAN-NAKHLI WA TIS’UN MINAS-SYAJARI = di ladang itu ada tujuh pohon kurma dan Sembilan pepohonan.

    Terkadang juga langsung disusun secara idhofah. Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

    وَكَانَ فِي الْمَدِينَةِ تِسْعَةُ رَهْطٍ
    WA KAANA FIL-MADIINATI TIS’ATU ROHTHIN = Dan adalah di kota itu sembilan orang laki-laki (QS. An-naml:48).
    Yang berbeda dengan tiga hal diatas dalam hukum penggunaan ma’dudnya yakni : 1. Jamak. 2. Jamak Taksir. 3. Jamak Taksir Qillah. Adalah :
    1. Menggunakan bentuk isim mufrod, apabila adad-adad tersebut diatas bertamyiz pada lafazh MI’ATUN. Contoh :

    في المعهد ثلثمائة طالب وأربعمائة مقعد
    FIL-MA’HADI TSALATSUMI’ATI THOOLIBIN WA ARBA’UMI’ATI MAQ’ADIN = di lembaga itu ada 300 siswa dan 400 bangku.

    2. Menggunakan bentuk jamak shohih, apabila tidak terdapat dalam bentuk jamak taksirnya. Contoh:

    خمس صلوات
    KHOMSU SHOLAWAATIN = lima sholat.

    Contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

    اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ
    ALLAHUL-LADZII KHOLAQO SAB’A SAMAAWAATIN WA MINAL-ARDHI MITSLAHUNNA = Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi (QS. Ath-Tholaaq : 12)

    >> Lafazh “SAMAWAATIN” = menggunakan jamak shohih (jamak muannats salim) karena tidak mempunyai bentuk jamak lain selain itu.

    ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَّكُمْ
    TSALAATU ‘AUROOTIN = tiga ‘aurat bagi kamu (QS. An-Nur : 58)

    >> lafazh “‘AUROOTIN” = jamak shohih sebab juga tidak ada dalam bentuk jamak taksirnya.
    Demikian juga menggunakan jamak shohih, apabila bentuk jamak taksirnya jarang digunakan. Semisal contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

    فِي تِسْعِ آيَاتٍ
    FII TIS’I AAYAATIN = termasuk sembilan buah mukjizat (QS. An-Naml : 12)

    >> lafazh “AAYAATIN” = jamak shohih dari “AAYATIN” ditemukan dari bangsa arab menggunakan jamak taksirnya yaitu AAYUN tapi tidak banyak digunakan (lihat Al-Mishbahul Munir hal. 23).

    Demikian juga menggunakan bentuk jamak shohih apabila digunakan bersamaan dengan jamak yg tidak ada bentuk jamak taksirnya, seperti contoh:

    يُوسُفُ أَيُّهَا الصِّدِّيقُ أَفْتِنَا فِي سَبْعِ بَقَرَاتٍ سِمَانٍ يَأْكُلُهُنَّ سَبْعٌ عِجَافٌ وَسَبْعِ سُنْبُلَاتٍ خُضْرٍ وَأُخَرَ يَابِسَاتٍ
    YUUSUFU AYYUHASH-SHIDDIIQU AFTINAA FII SAB’I BAQOROOTIN SIMAANIN YA’KULUHUNNA SAB’UN ‘IJAAFUN WA SAB’I SUNBULAATIN KHUDHRIN WA UKHORU YAABISAATIN = (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): “Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering (QS. Yusuf : 46)

    >> lafazh SAB’I “SUNBULAATIN” = menggunakan jamak shohih karena berdampingan dengan lafazh sebelumnya yaitu SAB’I “BAQOROOTIN” yg tidak diketahui bentuk jamak taksirnya.

    Sedangkan apabila tidak berdampingan dengan jamak shohih yg tidak ada bentuk jamak taksirnya, maka menggunakan bentuk jamak taksirnya yaitu “SANAABILA”, 
    contoh dalam Ayat :

    مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ
    MATSALUL-LADZIINA YANFIQUUNA AMWAALAHUM FII SABIILILLAAHI KAMATSALI HUBBATIN ANBATAT SAB’A SANAABILA FII KULLI SUNBULATIN MA’ATU HABBAH. = Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. (QS. Al-Baqoro : 261).

    3. Tetap menggunakan bentuk Jamak Taksir Katsroh sekalipun ada dalam bentuk Jamak Taksi Qillahnya, contoh dalam Ayat Al-Qur’an :

    وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
    WAL-MUTHOLLAQOOTU YATAROBBASHNA BI ANFUSIHINNA TSALAATSATA QURUU’IN = Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’ (QS. Al-Baqoroh : 228)

    >> ‘Adad TSALAATSATA dimudhofkan kepada ma’dudnya lafazh “QURUU’IN” yg berupa Jamak Taksir Katsroh, beserta ia mempunyai bentuk Jamak Taksir Qillah yaitu “AQROO’IN”.
c) Hukum I'rabnya adalah disesuaikan menurut posisinya pada susunan kalam.

Bersambung.................

TEKNIK SEO MUDAH DAN GRATIS | Optimasi Seo, Seo Tools, Optimasi Blog, Seo Terbaik, Seo Gratis

BELAJAR AKUNTANSI DASAR | Akuntansi Perusahaan Dagang, Manajemen Akuntansi, Laporan Keuangan