An-Nakiroh dan Al-Ma’rifah (bagian 1)
Isim dari segi tertentu dan tidaknya, terbagi menjadi dua yaitu An-Nakiroh dan Al-Ma’rifah.
Isim dari segi tertentu dan tidaknya, terbagi menjadi dua yaitu An-Nakiroh dan Al-Ma’rifah.
Setiap Isim pada asalnya adalah Nakiroh yaitu sebuah istilah dalam ilmu
gramatika bahasa Arab yang menunjukkan bahwa suatu makna berlaku atas
tiap anggota suatu benda/isim tertentu baik secara nyata ataupun
abstrak.
Contoh pemberlakuan secara nyata: رَجُلٌ (Seorang laki-laki).
Makna seorang laki-laki di sini berlaku atas tiap anggota isim/kata
benda yang punya makna seorang laki-laki, baik itu Ahmad, Umar, Zaid,
atau laki-laki tinggi, laki-laki pendek atau laki-laki yang lain.
Disebut berlaku secara nyata, karena kita bisa membayangkan ribuan bahkan jutaan laki-laki yang bisa masuk dalam makna رَجُلٌ ini dan benar-benar nyata adanya, meskipun kita tidak tahu siapa yang dimaksud.
Disebut berlaku secara nyata, karena kita bisa membayangkan ribuan bahkan jutaan laki-laki yang bisa masuk dalam makna رَجُلٌ ini dan benar-benar nyata adanya, meskipun kita tidak tahu siapa yang dimaksud.
Maka jika ada yang berkata: جَاءَ رَجُلٌ (Telah datang seorang laki-laki), kita bisa fahami datangnya seorang laki-laki yang kita tidak bisa memastikan siapa laki-laki yang dimaksud oleh si pembicara.
Contoh pemberlakuan secara abstrak: شَمْسٌ (Sebuah matahari).
Makna sebuah matahari di sini berlaku atas tiap anggota isim/kata benda yang punya makna sebuah matahari yaitu bintang tata surya kita yang hanya terlihat ketika siang hari dan hilang pada malam hari.
Pemahaman seperti ini mestinya berlaku pada tiap anggota isim tersebut, namun faktanya kita tidak bisa bayangkan matahari lain selain matahari kita, dengan kata lain anggota isim ini hanya satu. Namun jika seandainya ada banyak matahari dalam tata surya kita, maka makna شَمْسٌ di sini pasti berlaku atas tiap matahari dan inilah sisi abstraknya.
Maka jika ada yang berkata: طَلَعَ شَمْسٌ (Telah terbit sebuah
matahari), kita bisa fahami terbitnya sebuah matahari yang kita tidak
bisa memastikan matahari yang mana yang dimaksud oleh si pembicara,
meskipun faktanya matahari hanya ada satu.
Ringkasnya Nakiroh menunjukkan sesuatu, makna atau objek yang tidak tertentu, baik itu nyata terjadi ataupun tidak.
Pembagian An-Nakiroh
An-Nakiroh terbagi menjadi dua:
1. Isim yang bisa menerima ال (Alif Laam) yang ال tersebut dapat merubah statusnya menjadi Ma’rifah. Contoh: رَجُلٌ (Seorang laki-laki), فَرَسٌ (Seekor kuda), دَارٌ (Sebuah rumah), كِتاَبٌ (Sebuah kitab) dan lain sebagainya.
2. Isim yang posisinya terletak pada posisi jenis Isim yang pertama (yang disebutkan pada poin pertama).
Contoh: ذِيْ (yang mempunyai), مَنْ (orang yang) dan مَا (apa yang), seperti jika terletak pada susunan berikut:
أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ
(atau memberi makan pada hari yang ada kelaparan).
أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ
(atau memberi makan pada hari yang ada kelaparan).
وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ
(Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah ).
كَذَلِكَ اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ
(Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya).
Jika diperhatikan kata-kata ذِيْ , مَنْ dan ماَ pada 3 ayat di atas maknanya menempati makna isim-isim berikut: صَاحِبٌ (seorang pemilik), إِنْسَانٌ (seorang manusia), شَيْءٌ (sesuatu) yang semua isim-isim ini dapat menerima ال.
Contoh yang lain: صَهٍ (diamlah!) karena mampu menggantikan kata سُكُوتًا (diamlah!) yang bisa menerima ال.
Al-Ma’rifah dan Pembagiannya
Isim juga ada yang bersifat Ma’rifah yaitu sebuah istilah dalam ilmu
gramatika bahasa Arab yang menunjukkan bahwa suatu makna hanya berlaku
atas satu anggota saja dari suatu jenis benda/isim tertentu.
Status Ma’rifah di sini adalah status cabang seperti sudah disinggung di awal pembicaraan bab ini.
Sebab, untuk memahami sebuah makna dari sebuah Isim Nakiroh tidak membutuhkan Qorinah (petunjuk) apapun sementara Isim Ma’rifah membutuhkannya. Maka secara logis bisa disimpulkan, sesuatu yang membutuhkan tentu saja adalah cabang dari sesuatu yang tidak membutuhkan apa-apa.
Isim Ma’rifah terbagi menjadi dua:
1. Isim yang tidak bisa menerima ال (Alif Laam) sama sekali juga tidak terletak pada posisi isim lain yang bisa menerima ال tersebut.
Contoh: زَيْدٌ (si Zaid) dan عَمْرٌو (si Amr) yang keduanya tidak bisa dan tidak boleh didahului oleh ال.
2. Isim yang bisa menerima ال (Alif Laam) tetapi ال ini tidak memberikan pengaruh dalam status Ma’rifah isim tersebut.
Contoh: حَارِثٌ (si Harits) dan عَبَّاسٌ (si Abbas) yang keduanya bisa didahului ال menjadi الحاَرِثُ dan العَبَّاسُ, namun ال di sini tidak memberi pengaruh sama sekali, sebab maknanya -baik dengan atau tanpa ال- adalah sama.
Ringkasnya Ma’rifah menunjukkan sesuatu, makna atau objek yang tertentu di mana si pembicara dan yang diajak berbicara tahu betul apa yang dimaksud.
Yang termasuk dalam Al-Ma’rifah
Isim-isim yang termasuk dalam Al-Ma’rifah ada 7:
- Dhomir (Kata ganti) seperti: أَنَا (Saya) dan هُمْ (Mereka).
- ‘Alam (Nama orang atau tempat) seperti: زَيْدٌ (si Zaid) dan مَكَّةُ (Makkah).
- Isim Isyaroh (Kata tunjuk) seperti: هَذَا (Ini) dan ذَلِكَ (Itu).
- Isim Maushul (Kata hubung) seperti: اَلَّذِيْ (yang) dan اَلَّتِيْ (yang).
- Dzul Aadah (Yang mempunyai kata sandang) seperti isim yang didahului oleh ال. Contoh: الإِبْنُ (Anak laki-laki itu).
- Yang Mudhof (disandarkan) kepada salah satu dari 5 jenis di atas, seperti: اِبْنِيْ (Anakku) yang disandarkan kepada Dhomir (kata ganti).
- Al-Munadaa (Isim yang dipanggil) untuk seseorang yang sudah tertentu. Contoh: يَا رَجُلُ (Hai laki-laki!) bila yang dipanggil adalah seseorang yang kita tahu siapa yang dimaksud meskipun hanya menggunakan makna kata seorang laki-laki.